PHK karena Cacat akibat Kecelakaan Kerja: Dibenarkan oleh Hukum?

 


Jaminan Perlindungan bagi Pekerja yang Mengalami Kecelakaan Kerja

Kecelakaan kerja sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 4 Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 5 Tahun 2021 merupakan kejadian yang terjadi dalam lingkup hubungan kerja, termasuk insiden yang berlangsung saat perjalanan dari tempat tinggal ke lokasi kerja atau sebaliknya, serta penyakit yang disebabkan oleh kondisi lingkungan kerja. Suatu kecelakaan kerja juga harus memenuhi unsur adanya ruda paksa, yang dibuktikan dengan adanya cedera, jejas, atau luka pada tubuh akibat suatu peristiwa atau kejadian, yang mencakup:[1]

a.     kecelakaan yang terjadi akibat kerja dan/atau di tempat kerja sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan bidang keselamatan dan kesehatan kerja;

b.     kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja atau sebaliknya melalui jalan yang biasa dilalui atau wajar dilalui;

c.     kecelakaan yang terjadi pada saat menjalankan tugas atau perjalanan dinas atas perintah dan/atau untuk kepentingan perusahaan dan/atau pemberi kerja atau ada kaitannya dengan pekerjaan;

d.     kecelakaan yang terjadi pada saat waktu kerja dan waktu istirahat kerja karena melakukan hal-hal penting dan/atau mendesak atas seizin atau sepengetahuan pemberi kerja;

e.     penyakit akibat kerja; atau

f.      meninggal dunia mendadak akibat kerja.

Hak setiap karyawan atau pekerja yang mengalami kecelakaan yaitu memperoleh manfaat dari Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) yang diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan. Program ini wajib didaftarkan oleh pemberi kerja sebagai bentuk perlindungan bagi tenaga kerja.[2] Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 25 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2019, manfaat JKK bagi pekerja yang mengalami kecelakaan kerja mencakup pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis serta santunan dalam bentuk uang sebagai kompensasi atas kecelakaan yang dialami.

PHK Karena Kecelakaan Kerja Tidak Sah Secara Hukum

Pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawan yang mengalami cacat tetap atau sakit akibat kecelakaan kerja pada prinsipnya dilarang berdasarkan ketentuan dalam Pasal 81 angka 43 Undang-Undang Cipta Kerja, yang mengubah Pasal 153 ayat (1) huruf j Undang-Undang Ketenagakerjaan. Ketentuan tersebut secara tegas menyatakan bahwa pengusaha tidak diperbolehkan melakukan PHK terhadap pekerja atau buruh dengan alasan mengalami cacat tetap, menderita sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit yang timbul karena hubungan kerja. Larangan ini berlaku selama masa penyembuhan pekerja belum dapat dipastikan, sebagaimana dibuktikan melalui surat keterangan dokter. Dengan adanya aturan ini, pekerja yang mengalami kondisi tersebut tetap mendapatkan perlindungan hukum dan tidak kehilangan hak atas pekerjaannya selama masa pemulihan.

Pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dilakukan dengan alasan cacat tetap atau sakit akibat kecelakaan kerja sebagaimana diatur dalam Pasal 81 angka 43 Undang-Undang Cipta Kerja, yang mengubah Pasal 153 ayat (2) Undang-Undang Ketenagakerjaan, dinyatakan batal demi hukum. Dengan demikian, pengusaha memiliki kewajiban untuk mempekerjakan kembali pekerja atau buruh yang bersangkutan.

Dalam konteks hukum ketenagakerjaan, batal demi hukum berarti bahwa PHK yang dilakukan dengan alasan pekerja mengalami cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja dianggap tidak sah sejak awal dan tidak memiliki akibat hukum. Dengan kata lain, tindakan PHK tersebut dianggap tidak pernah terjadi dan tidak dapat dijadikan dasar untuk menghentikan hubungan kerja antara pengusaha dan pekerja. zMelalui aturan tersebut, pekerja yang mengalami kecelakaan kerja tidak hanya mendapat perlindungan fisik melalui jaminan kesehatan, tetapi juga perlindungan hukum terhadap keberlangsungan pekerjaannya, sehingga mereka tidak kehilangan mata pencaharian saat masih dalam masa pemulihan.

Dasar Hukum:

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang

Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian

Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian

Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 5 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, dan Jaminan Hari Tua.


[1] Pasal 7 ayat (1) dan (2) Permenaker Nomor 5 Tahun 2021

[2] Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bagaimana Menambahkan Nama Ayah Biologis di Akta Kelahiran Terhadap Anak Luar Kawin?

SENGKETA TANAH, HARUS KE PTUN ATAU PN? JANGAN SAMPAI SALAH!

Karyawan Kontrak Resign, Tetap Dapat Uang Kompensasi? Cek Faktanya!