MENEMPATI RUMAH KOSONG SEMBARANGAN? KETAHUI KONSEKUENSI HUKUMNYA!

 


Menempati rumah kosong tanpa izin pemilik sering terjadi, baik karena ketidaktahuan maupun kesengajaan. Meski terlihat sepele, tindakan ini sebenarnya memiliki konsekuensi hukum yang bisa merugikan pelaku. Dalam hukum Indonesia, penghuni tanpa izin bisa dikenakan sanksi pidana maupun perdata. Sesuai dengan Pasal 28 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016, seseorang bisa menempati rumah dengan tiga cara, yaitu:

1.     Hak milik; 

2.     Sewa menyewa; atau

3.     Bukan sewa menyewa.

Ketika seseorang menempati rumah yang bukan miliknya tanpa izin dari pemiliknya, maka tindakan tersebut dianggap melanggar hukum. Guna menghindari permasalahan yang mungkin timbul, sebaiknya selalu ada perjanjian tertulis antara pemilik dan penghuni yang mengatur hak serta kewajiban masing-masing.

Sanksi Pidana bagi Penghuni Tanpa Izin

Menurut R. Soesilo dalam bukunya tentang KUHP, pelanggaran ini dikenal sebagai "huisvredebreuk", yang berarti pelanggaran hak kebebasan rumah tangga. Perbuatan yang termasuk dalam pelanggaran ini meliputi:

1.  Memasuki rumah atau ruangan tertutup milik orang lain secara paksa tanpa izin.

2.  Tetap berada di dalam rumah atau ruangan tertutup tanpa izin, serta menolak pergi meskipun telah diminta oleh pemilik rumah.

R. Soesilo juga menjelaskan bahwa "masuk begitu saja" tidak serta-merta dianggap "masuk dengan paksa". Masuk dengan paksa berarti memasuki rumah secara bertentangan dengan kehendak pemilik yang telah dinyatakan sebelumnya. Oleh karena itu, jika ada seseorang yang masuk dan menempati rumah kosong tanpa izin, pemilik rumah dapat melaporkan tindakan tersebut sebagai tindak pidana kepada pihak kepolisian.

Tanggung Jawab Perdata bagi Penghuni Tanpa Izin

Ditinjau dari segi hukum perdata, jika pemilik rumah kosong merasa dirugikan akibat orang lain menempati rumahnya tanpa izin, ia dapat mengajukan gugatan perdata ke pengadilan dengan dasar Perbuatan Melawan Hukum (PMH). Ketentuan ini diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata, yang menyatakan bahwa setiap perbuatan yang melanggar hukum dan merugikan orang lain mewajibkan pelaku untuk memberikan ganti rugi atas kerugian tersebut. Unsur-unsur PMH dalam Pasal 1365 KUH Perdata meliputi:

1.     Adanya perbuatan (baik berupa tindakan maupun kelalaian);

2.     Perbuatan tersebut melanggar hukum;

3.     Timbulnya kerugian bagi pihak lain;

4.     Terdapat hubungan sebab akibat antara perbuatan tersebut dengan kerugian yang terjadi;

5.     Adanya unsur kesalahan dari pelaku.

Tindakan menempati rumah kosong tanpa izin dari pemiliknya tergolong sebagai bentuk penghuni rumah tanpa perjanjian sewa. Secara hukum, penghunian semacam ini hanya dapat dibenarkan jika terdapat izin eksplisit dari pemilik, yang idealnya dituangkan dalam perjanjian tertulis. Apabila pemilik rumah merasa dirugikan, baik secara materiil maupun immateriil, ia memiliki hak untuk menempuh jalur hukum. Adapun dari aspek pidana, pemilik dapat melaporkan tindakan tersebut kepada pihak berwenang karena dianggap sebagai pelanggaran hukum yang berkaitan dengan masuk atau tetap berada di rumah orang lain tanpa izin. Sementara dari sisi perdata, pemilik dapat mengajukan gugatan berdasarkan prinsip Perbuatan Melawan Hukum (PMH) sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata, dengan tujuan memperoleh ganti rugi atas kerugian yang ditimbulkan akibat tindakan tersebut. Oleh karena itu, agar terhindar dari permasalahan hukum, setiap individu yang hendak menempati rumah yang bukan miliknya wajib memastikan adanya izin resmi dari pemilik rumah.

Dasar Hukum

·       Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;

·       Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;

·   Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman.

Referensi

·       R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia, 1991.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bagaimana Menambahkan Nama Ayah Biologis di Akta Kelahiran Terhadap Anak Luar Kawin?

SENGKETA TANAH, HARUS KE PTUN ATAU PN? JANGAN SAMPAI SALAH!

Karyawan Kontrak Resign, Tetap Dapat Uang Kompensasi? Cek Faktanya!